Wednesday, January 11, 2012

Hukum di Indonesia buta sebelah ?

agak bosan rasanya mendengar berita-berita di media belakangan ini, bagi siapa saja yang mengikuti pemberitaan-pemberitaan di telivisi tentunya sudah tau apa saja yang gencar di beritakan. Yak kasus AAL, bocah 15 tahun tersangka pencurian sendal salah seorang oknum polisi yang dijatuhi hukuman dengan ancaman 5 tahun penjara.

Tragis memang? di saat seorang bocah yang tidak memiliki kekuasaan apa-apa malah diremehkan.

sebelum saya bahas lebih lanjut, tentunya kita semua pasti sependapat bahwa mencuri itu tidak dihalalkan atau diperbolehkan, karena mencuri adalah kegiatan mengambil suatu hak orang lain tanpa sepengetahuan orang lain tersebut, dan perbuatan tersebut merugikan orang lain.


mencoba menganalisis :

menurut saya kasus AAL ini memang agak membingungkan. Sisi pertama saya menganggap AAL bersalah karena telah mencuri, dilihat dari usia AAL yang telah berusia 15 tahun, tentunya si AAL
tidak bisa kita sebut anak-anak yang tidak tau bahwa mencuri itu dilarang. Sisi kedua saya menganggap pihak kepolisian dan sistem hukum yang sangat salah, dimana telah memvonis hukuman dengan ancaman 5 tahun penjara, apa yang telah dicuri AAL sampai-sampai di vonis 5 tahun penjara? apakah emas, berlian atau uang rakyat?!!. Sisi ketiga saya menganggap media terlalu memberitakan dan memberikan simpati yang berlebihan dalam pemberitaan AAL yang seolah-olah  seorang anak dibawah umur DIPERBOLEHKAN mencuri barang-barang orang lain hanya dikarenakan seorang tersangka tersebut adalah ANAK DIBAWAH UMUR.

disini saya akan membahas tiga pokok yang saya anggap salah dalam kasus AAL

1. AAL : AAL adalah seorang pelajar kelas 1 SMK 3 Palu berusia 15 tahun, telah menjadi terdakwa sebuah tindak pencurian sepasang sendal merek Eiger milik briptu Anwar Rusdi Harahap, anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah. sebenarnya kejadian pencurian tersebut terjadi pada tahun 2010 dan mulai disidangkan pada tahun 2011, dilihat dari sisi hukum pada pengadilan AAL memang terbukti bersalah, hanya saja ancaman yang diberikan terlalu berlebihan dan sangat tidak sesuai dari apa yang dicuri dan siapa yang mencuri. menurut saya pada kasus AAL, jika memang benar AAL terbukti mencuri tentunya siapa saja yang telah melakukan suatu tindak kriminal termasuk pencurian berhak mendapatkan proses hukum apapun barang yang telah dicuri, selama barang itu masih milik seseorang, dan AAL juga berhak mendapatkan proses tersebut, bisa kita bilang sebagai bentuk pembelajaran agar AAL tidak mengulangi perbuatannya. tetapi bentuk pembelajaran hukum tersebut tidak semuanya harus melewati pengadilan apalagi hanya pencurian sepasang sendal.

2. HUKUM : Hukum di Indonesia memang buta sebelah, tidak mengerti siapa yang pantas dihukum, perbuatan apa yang pantas dihukum dan atas dasar apa dia dihukum, walaupun mereka yang didalam ranah hukum berpegangan pada KUHP tetap saja mereka tidak mengerti arti aturan-aturan KUHP sebenarnya. terlihat pada kasus AAL, seorang anggota Brimob Polda Sulteng memerkarakan AAL hingga ke pengadilan, dan AAL didakwa dengan Pasal 362 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. AAL tidak melakukan pencurian pada sebuah toko emas, bukan juga melakukan pencurian sebuah mobil dan 2 motor, AAL hanya mencuri sepasang sendal dan diancam 5 tahun penjara. bahkan saat di interogasi AAL mengaku disiksa oleh rekan Anwar Rusadi.
Semua yang mendengar berita ini pasti akan mengernyitkan dahi bahkan mengeluarkan sumpah serapah seperti "bangke! nyuri sendal aja 5 tahun, gayus seorang maestro mafia pajak malah dihukum 7 tahun!"
iya, Gayus yang jelas-jelas telah melakukan tindakan korupsi besar-besaran hanya dihukun 7 tahun, belum lagi remisi-remisi yang didapat di dalam penjara mungkin Gayus akan keluar dari penjara kurang dari 7 tahun, dan kemudian dia akan melanjutkan kehidupannya dengan harta yang masih bergelimang. Bukan hanya gayus saja, banyak koruptor yang divonis bebas dan dihukum ringan. padahal korupsi itu sendiri  adalah kejahatan luar biasa. Dampak korupsi bukan hanya kerugian negara, tapi juga terampasnya hak-hak publik karena anggaran untuk kesejahteraan mereka dikorup. Korupsi juga sangat merusak karena menghilangkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Tragisnya, dengan dampak kejahatan yang begitu merusak, para koruptor kebanyakan dihukum ringan. Dan sang pencuri sendal, pencuri kakao, pencuri kecil-kecilan malah hukumannya diperberat, bukannya ingin membela pencuri-pencuri ecek-ecek, saya juga gak setuju dengan tindakan pencurian, karena pada dasarnya mencuri itu memang salah dan merugikan orang lain, hanya saja efek jera atau hukum yang diberikan harus sesuai.
Oknum polisi yang juga menjadi terdakwa penyiksaan pada AAL sudah diproses secara hukum dan mendapatkan penundaan kenaikan pangkat dan kurungan 21 hari.
yang saya pertanyakan adalah ;

Mengapa korupsi miliyaran rupiah disamakan dengan pencurian beberapa ratus ribu bahkan hanya ribuan rupiah?
Mengapa kaum elite lebih dihargai di ranah hukum sedangkan orang kecil cenderung dilecehkan?
Mengapa masih banyak terjadi penyiksaan bahkan sampai kematian terhadap terdakwa kasus kecil-kecilan sedangkan terdakwa kasus besar dihormati bahkan diberi kenyamanan didalam penjaraa?  
 
Dan ternyata tidak dapat dipungkiri, uang dan kekuasaan memang sangat berpengaruh di dunia ini termasuk di dunia hukum. Hukum di Indonesia masih pandang bulu, Polisi masih semena-mena, dan orang kecil masih tersiksa. Harga diri orang kecil atau orang yang tidak memiliki kekuasaan ternyata sama sekali tidak berharga. Saya sebagai warga Indonesia turut mengasihani diri saya sendiri di negara yang hukumnya masih tidak jelas ini, tidak ada pegangan keadilan bagi kaum-kaum kecil, seolah-olah masyarakat kecil tidak butuh keadilan.
Kaum kecil mendapatkan hukuman berat dan tidak sesuai dengan perbuatannya itu sering saya dengar tetapi kaum elite yang mendapatkan hukuman berat karena sesuai dengan perbuatannya itu tidak pernah terdengar. Terdakwa pencurian kecil-kecilan (ayam, sendal, baju, dsb) di siksa oleh polisi juga sering terdengar sedangkan terdakwa korupsi disiksa polisi itu sama sekali tidak pernah saya dengar.

3. MEDIA : media memilik peran penting terhadap semua kasus yang terjadi termasuk pada kasunya AAL, karena media adalah suatu alat penyampaian pesan, pada dasarnya media harus selalu berada dijalan tengah atau netral dalam setiap kasus apapun, entah itu tentang kasus AAL, tentang hukum, atau bahkan tentang pemerintahan, dan tentunya media tidak boleh bersifat berat pada sebelah sisi atau bahkan membuat suatu penghasutan terhadap masyarakat. Entah kenapa saya lihat disetiap pemberitaan AAL media terdengar sangat melebih-lebihkan, kesan yang diambil seolah-olah membenarkan kejadian tersebut bahkan terlihat seperti membela AAL dan melupakan apa yang telah diperbuat oleh AAL, saya lihat seperti pada salah satu pemberitaan di stasiun tv berita swasta tadi pagi sekitar jam 09.30 WITA, nampak AAL diundang untuk menghadiri suatu acara seperti wawancara, dan apa yang kita dapat dalam wawancara dan juga apa yang dikatakan oleh pembawa acara tersebut kita akan bisa menarik kesimpulan "bahwa pencuri diusia dibawah umur tidak bersalah! ya yang salah adalah polisi, hukum, dan sistem hukumnya" dan diakhir acara AAL diberikan hadiah kenang-kenangan, menurut saya memberikan suatu hadiah terhadap AAL adalah sesuatu hal yang berlebihan, sejauh ini yang saya lihat banyak pelajar yang berprestasi diundang pada acara stasiun tv berita tersebut karena telah melakukan sesuatu atau bahkan menciptakan sesuatu sampai dapat mengharumkan nama Indonesia, tapi pemberitaan tidak dibesar-besarkan atau sampai memberikan suatu hadiah malah terkesan biasa saja, padahal pelajar-pelajar berprestasi lebih penting kita perhatikan karena mereka adalah seorang pelajar dari sekian banyak pelajar yang berpengaruh untuk Indonesia. Tetapi tidak, media malah memberikan suatu simpati yang besar-besaran dari hukum yang telah didapat oleh AAL dan mengenyampingkan apa yang telah dilakukan oleh AAL, jika seperti ini terus ditakutkan anak-anak usia dibawah umur lainnya yang melihat pemberitaan-pemberitaan tersebut akan mengentengkan suatu tindak kriminal hanya karena alasan mereka tidak akan di permasalahkan dalam ranah hukum. dan tidak ada kesan jera atau kesan kapok untuk mereka yang telah melakukan tindak kriminal tersebut. Seharusnya dalam penyampaian atau berita juga diberi pengarahan kepada AAL atau pelaku-pelaku dibawah umur lainnya bahwa semua tindak kriminal ada prosesnya agar kejadian seperti ini tidak terulang  lagi dan tidak diikuti oleh anak-anak usia dibawah umur lainnya.

Intinya dalam setiap permasalahan kita harus bisa memandang dari semua sisi, jagan sampai sisi yang satu kita sampingkan dan cenderung hanya memandang disatu sisi lainnya.

semua tulisan diatas hanya menurut pandangan saya, selebihnya terserah anda bagaimana menarik kesimpulannya.



cheers :)